Jumat, 22 April 2016

Kejahatan Transinternasional.

TUGAS Hukum Transinternasional.

Soal
1        Apa yang di maksud dengan Hukum Pidana Internasional, cara definisi dan berikan komentar menurut anda mana yang sangat cocok tentang pengertian tersebut...!
2        Convensi kejatan transnasional cari indonesia ada rativikasi implementasi legislation?
Jawaban;
1.      Trans international crames/ kejahatan transnasional adalah bahwa barang-barang tertentu yang tersedia di beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan menguntungkan.
Definisi Trans Internasional yang secara langsung memberikan arti dan peranan serta relevansi disiplin dua cabang ilmu hukum yaitu,  hukum pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional’’
Menurut  Bassiouni”
International Criminal Law is a product of the convergence ot two diferent legal disciplines
which have emerged and developed along different paths to become complementary and coextensitive. Theay are: the criminal law aspects of international  law and the international aspects of national crimes law[1]”. Selanjutnya, ai mengatakan bahwa, A study of the origins and development of the criminal aspects of international  law reveals that it  deals assentially with substantie international criminal law or international crimes.
Definisi Bassiouni tentang hukum pidana Internasional menyebutkan bahwa hukum pidana internasional adalah suatu hasil pertemuan pemildran dua disiplin hukum yang telah muncul dan berkembang secara  berbeda serta saling melengkapi dan mengisi. Kedua disiplin hukum ini adalah aspek-aspek hukum pidana dari hukum internasional dan aspek-aspek internasional dari hukum pidana.
Selanjutnya dikatakan bahwa suatu studi mengenai  asal mula dan perkembangan aspek-aspek pidana  dari hukum internasional,  pada hakikatnya mengungkapkan bahwa hal  itu  berkaitan dengan subtansi hukum pidana internasional atau kejahatan-kejahatan internasional. Misalnya, Masalah kejahatan yang berbentuk kejahatan trans-nasional (trans- national crime) seperti perdagangan gelap (illlicit trade), perdagangan obat terlarang (illicit drug), perdagangan manusia (human trafficking), terorisme, dan penyelundupan manusia (people smuggling) merupakan ancaman serius bagi negara seperti kita (Indonesia). Posisi geografis Indonesia yang strategis dan merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas semakin menambah suburnya pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas batas tersebut. Karena itu, sebagai negara asal maupun transit bagi operasi tindak kejahatan trans-nasional maka Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui suatu format kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan utama yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis kejahatan seperti ini adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara kunci baik secara bilateral maupun multilateral dan mengembangkan kerjasama teknis dalam pemberantasan terorisme, bajak laut, pencucian uang, cyber crime, penyelundupan dan perdagangan manusia dan senjata serta lalu lintas obat-obat terlarang (illicit drug/drug trafficking)[2].
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan peradaban dunia menyebabkan terjadinya kejahatan baru yang bersifat kompleks dengan skala lintas negara/trans-nasional. Perkembangan teknologi informasi dan peradaban manusia secara sosiologis dapat dikatakan sebagai “crime  is the shadow of civilization” Masih lemahnya penjagaan wilayah perbatasan dan pintu-pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih terbatasnya kerjasama internasional pada penanganan kejahatan trans-nasional menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 15 ayat (2) huruf h dinyatakan : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan Perundang-undangan lainnya berwenang[3] : melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan Internasional”. Dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf h dinyatakan : “Yang dimaksud dengan ‘kejahatan Internasional’ adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk dltanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia”. Dengan demikian relevansinya Polri harus mengambil langkah–langkah yang menjadi sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas khususnya pada kejahatan trans-nasional.
 Bassiouni menegaskan pula bahwa aspek pidana di dalam hukum pidana  internasional  adalah aspek-aspek sistem hukum internasional dan sistem hukum nasional melalui tingkah laku atau tindakkan yang dilakukan oleh perorangan sebagai pribadi atau kapasitas sebagai perwakilan [4]atau kolektif/kelompok yang melanggar ketentuan-ketentuan internasional dan dapat diancam dengan pidana.
Sedangkan mengenai aspek internasional dalam hukum pidana internasional, dimaksudkan adalah aspek-aspek sistem hukum  internasional  dan sistem hukum nasional yang mengatur kerja sama internasional di dalam masalah –masalah kejahatan yang melibatkan perorangan, yang melanggar hukum pidana dari negara tertentu.

Edward.M.Wise (dikutip dari Bossiouni)[5], mengutip bahwa, pengertian Hukum Internasional bukan  merupakan pengertian yang kaku atau pasti oleh karena arti yang paling luas, pengertian ini meliputi  tiga topik sebagai berikut;
1.      Topik  pertama adalah mengenai kekuasaan mengadili dari pengadilan negara tertentu terhadap kasus-kasus yang melibatkan unsur-unsur asing. Termasuk masalah-masalah yang  menyangkut yudiriksi atas tindak pidana internasional;  pengakuan putusan-putusan pengadilan asing dan bentuk-bentuk kerja sama dalam penangulangan tindak pidana internasional tersebut, sperti  ekstradisi.
2.      Topik kedua adalah mengenai prinsip-prinsip hukum publik  internasional yang menetapkan kewajiban pada negara-negara yang dituangkan di dalam hukum pidana nasional atau didalam hukum acara pidana nasional negara yang bersangkutan.  Kewajiban-kewajiban internasional tersebut meliputi kewajiban untuk menghormati hak-hak asasi seseorang  atau untuk menuntut dan mematuhi  pidana terhadap beberapa tindak pidana internasional. Kewajiban untuk menghormati-hak-hak asasi tersangka terdapat didalam ketentuan-ketentan  konvensi hak asasi manusia, khususnya didalam perjanjian internasional  yang menyangkut masalah tersebut; sedangkan kewajiban untuk  menuntut dan memindana pelaku-pelaku kejahatan tindak pidana  internasional terdapat di dalam konvensi-konvensi  internasional, antara lain mengenai  pembajakan udara ( highjacking) dan di laut (piracy, perdagangan budak (slave trade), lintas narkotika ( ilicit drugs traffiking), kejahatan di dalam peperangan (war  crimes), pemaian atnis tertentu (genocide), kejahatan terhadap diplomat dan terorisme.
3.      Topik ketiga adalah mengenai  arti sesungguhnya atau keutuhan pengertian hukum pidana internasional termasuk instrumen-instrumen yang mendukung penegakan hukum pidana internasional tersebut. Termasuk di dalam pengertian ini adalan keharusan adanya satu mahkamah internasional dengan dengan kelengkapannya hakim, dan jaksa/penuntut umum.
Dua pengertian   Hukum Internasional diatas dari Wise tersebut diatas, sudah merupakan kesepakatan masyarakat internasional. Bahkan sudah di atur melalui beberapa konvensi internasional yang berlaku sampai saat ini.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi tentang trans Internasional crimes [6]sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara, antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek Hukum lain bukan Negara, atau subjek Hukum bukan Negara satu sama lain.
Secara ringkas, Hukum pidana Internasional dapat di definisikan sebagai berikut;
Hukum Pidana Internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional.
Definisi ini sangatlah singkat dan umum sekali sehingga belum menggarkan tentang apa sebenarnya hukum pidana internasional itu.meskipun definisi Ini masih amat singkat dan , namun  sudahmenggambarkan secara  singkat tentang aqpa yang  di maksud  dengan hukum pidana internbasional . ada dua hal yang secara eksplit dapat ditemukakan dari dari definisi ini 
1.      Hukum internasional itu merupakan sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum.
2.      Obyek yang di aturnya adalah tentang kejahatan atau tindak pidana internasional.

Di samping dua hal ekspeplisit, masih ada lagi hal yang secara implisit terkandung didalam nya yang pada umumnya dan tujuan nya. Tugas, siapakah yang merupakan obyek dari hukum pidana internasional  itu dan tujuan apa yang hendak di capai atau di wujudkanya.
 Atas dasar itu maka dapatlah rumuskan definisi yang lebih lengkap tentang hukum pidana internasional, sebagai berikut;
Hukuk pidana internasionhal adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang di lakukan oleh subjek-subjek hukum lainnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Berdasarkan definisi diatas ini dapatlah di tarik adanya 4 unsur yangsecara terpadu atau saling kait antara satu dengan yang lainnya, yaitu;
1.      Hukum pidana internasional itu merupakan sekumpulan-kaidah-kaidah dan asas-asasa hukum.
2.      Hal atau obyek yang di aturnya, yaitu kejahatan atau tindak pidana internasional.
3.      Subjek-subjek hukumnya, yaitu, pelaku-pelaku yang melakukan kejahatan atau tindak pidana internasional.
4.      Tujuan yang hendak di capai atau diwujudkan oleh hukum pidana internasional itu sendiri.


Menurut Mocthar Kusuma atmadja, mengatakan bahwa, Hukum Pidana Internasonal adalah syarat memiliki asas-asas dan kaidah-kaidah yang ditaati oleh masyarakat internasional serta memiliki lembaga-lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu didalam kenyataan masyarakat.[7]
Mochtar membagi hubungan hukum internasional dan Hukum Nasional, menganut aliran dualisme, di dasarkan alasan formal ataupun, alasan yang di nyatakan kenyataan. Di antara alasan yang terpenting di kemukakan sebagai berikut:
1.      Kedua perangkat Hukum tersebut ( hukum nasional dan hukum internasional) mempunyai sumber yang perlainan, hukum nasional bersumber pada kehendak negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
2.      Perangkat hukum itu perlainan subjek hukumnya, subjek hukum dari hukum nasional  adalah orang perorangan, baik dalam hukum perdata maupun hukum publik, sedangkan subjek  hukum dari hukum internasional  ialah negara.
3.      Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional  menampakkan pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan  untuk  melaksanakan hukum dalam kenyataan seperti mahkama dan organ eksekutif  hanya ada dalam bentuk yang sempurna dalam lingkungan nasional. Alasan lain yang di kemukakan sebagai argumentasi yang di dasarkan kenyataan ialah bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasiona, dengan perkataan lain dalam kenyataan , dalam hukum nasional tetap berlaku efektif, sekalipun bertentangan dengan ketentuan  hukum internasional.

Komentar , pandangan mochtar dapat di uraikan bahwa;
Ø  Di dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi persoalan hierarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena pada hakikatnya kedua perangkat hukum ini tidak saja berlainan dan tergantung satu sama lainnya, tetapi juga lepas antara satu dan lainnya.
Ø  Sebagai konsekuensi logis dari keadaan  bagaimana di gambarkan di atas tidak akan mungkin  ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, mungkin hanya penunjukkan /renvoi saja.
Ø   Bahwa ketentuan hukum pidana nasional menerlukan transformasi menjadi hukum nasiional  sebelum dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional.
Jadi, teori hukum dasar aliran hukum pidana internasional dan nasional, teori dasar aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber segala hukum nasional maupun hukum  internasional adalah kemauan negara sulit untuk diterima  karena hukum ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia  yang beradab. Tanpa hukum, tanpa hukum kehidupan yang teratur tidak mungkin. Hal yang sama berlaku pula masyarakat internasional. Jadi, adanya hukum daya ikat hukum tidak bersumber pada kemauan negara, melainkan  merupakan prasyarat bagikehidupan  manusia yang teratur dan beradab.

3.       


No.
Convensi
Ratifikasi
Implemting lesgilation / aturan yang diterapkan
1.
International Civin Aviation Organitation (ICAO),
No.04/1976 pembajakan udara,
Indo. Baru mengubahf[8] pasal 3 KUHP dalam Undang-undang  N0.4 tahun 1976 tersebut,  sehingga orang yang melakukan suatu tindak pidana  dalam pesawat udara  indo. Tidak diragukan lagi untuk diadili berdasarkan undang-undang pidana indonesia.

2.
Konvensi PBB (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) atau mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang [9]Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun kejahatan perdagangan gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi, kejahatan ini masuk kategori kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC.
3.
Internation crimeninal  crourt (ICC) mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM
UU No.39/1999 tentang[10] HAM, Indonesia belum rativikasi,  namun hanya di adopsi dari statuta Roma
PERPU.No.1/1999 tentang pengadilan HAM dan UU  No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM ini bersifat Adhoc/ sementara berdasarkan tekanan masyarakat dunia internasional untuk masalah kasus pelanggaran HAM di Timor-timor.
3.
International Conventions (TDC)
International Crimes (ICC Ruls)
Statuta Roma
1.UUD 1945 pasal 11
2. UU No.1/1979, Ektradisi
3. UU KUHAP  Pasal 86
4. Anti Penyiksaan dan Diskriminasi,



KUHAP pasal 86 tentang status pengadilan  yang mengadili.

Wina 1969
Perjanjian Internasional


United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982
Ratifikasinya pada tahun 1985, maka pada tahun 1996 keluar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Hal ini merupakan langkah awal yang diambil oleh Indonesia sebagai tindak lanjut dari Konvensi.

1.       

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973
Perbuatan dan persitiwanya terjadi pada diatas atau dibawah instalasi-instalasi atau kapal-kapal yang berada di landas kontinen untuk eksploitasi kekayaan alam
Perbuatan dan peristiwanya terjadi di daerah terlarang dan daerah terbatas dari instalasi-intalasi atau alat-alat dan kapal-kapal.
Untuk instalasi-instalasi maupun alat-alat yang dipergunakan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen Indonesia, merupakan daerah yurisdiksiIndonesia
.
Tindakan-tindakan implementasi Konvensi Hukum laut 1982 yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:
Dibidang Penentuangaris Pangkal menurut Pasal 5 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1996, garis pangkal lurus kepulauan adalah garis-garis lurus menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau dan karang-karang yang terluar dari kepulauan Indonesia. Di samping itu, sesuai Pasal 5 ayat (7), juga ada garis pangkal pantai yang menjorok jauh dan menikung ke daratan atau deretan pulaua yang terdapat di dekata sepanjang pantai.
3.
Deklarasi Djuanda, UU No. 4 Tahun 1960
Pasal 6 UU No. 6 Tahun 1996 haruslah dibuat daftar titik-titik terluar dan garis-garis pangkal tersebut serta mencantumkannya dalam peta dengan skala-skala yang memadai dan mendepositkannya pada Sekretariat Jenderal PBB. Pada hakikatnya penyesuaian garis pangkal sudah dilakukan secara bertahap. Untuk perairan Natuna, pemerintah RI telah mengeluarkan PP No 61 Tahun 1998 yang menetapkan garis-garis pangkal baru. Secara teknis, pemerintah telah melakukan survei guna menetapkan titik-titik  dasar baru, tetapi belum dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengeluarkan PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Lurus Kepulauan.



















































Implementasi.
2.        Mengenai Hak Lintas Damai
Pasal 17-19 Konvensi Hukum Laut 1982 menjelaskan hak lintas damai (right of innocent passage). Pasal 17 Konvensi mengatur bahwa kapal dari semua Negara baik Negara pantai maupun Negara tidak berpantai mempunyai hak lintas damai melalui laut territorial. Pasal 18 Konvensi memberikan pengertian lintas (passage), yaitu berlayar atau navigasi melalui laut territorial untuk tujuan melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadsteads) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman atau berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut. Lintas harus terus menerus, langsung terus menerus dan secepat mungkin (continuous and expeditious), dan lintas mencakup berhenti dan buang jangkar secara normal atau karena force majeur. Pasal 19 Konvensi menyebutkan bahwa lintas adalah damai selama tidak menggangu kedamaian, ketertiban atau keamanan
Konvensi 1982 yang berisikan ketentuan-ketentuan mengenai hak lintas damai telah dituangkan ke dalam UU No. 6 Tahun 1996 yang diatur dalam Bab III Pasal 11-17. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 21 Konvensi KHL 1982 bertujuan untuk mengatur keselamatan pelayaran, pelestarian kekayaan hayati laut, pemeliharaan lingkungan dan pencegahan polusi, penyidikan ilmiah dan pencegahan terhadap pelanggaran-pelanggaran aturan kepabeanan, keuangan, imigrasi, dll. Pemerintah juga telah mengeluarkan PP No. 36 Tahun 2002 yang mengatur hak lintas damai di perairan Indonesia.
Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Berdasarkan
PP No. 38 Tahun 2002
Sebagaimana Telah Diubah Dengan
PP No. 37 Tahun 2008



     Hukum perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas Negara. Sedangkan Hukum Internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara yang bukan bersifat perdata.
  Menurut Mochtar definisi Hukum Internasional publik memiliki dua kelemahan. Pertama, devinisi itu tidak tegas karena didasarkan pada suatu ukuran yang dirumuskan secara negatif, yakni ”hubungan atau persoalan Internasional yang tidak bersifat perdata”. Kedua, lazimnya pembahasan tentang Hukum Internasional selalu menunjuk pada Hukum Internasional publik; karena itu, tidak perlu membahas Hukum Perdata Internasional. 

Kesimpulan.
Berkaitan dengan pengertian trans internasional, penjelasan konvensi, dan rativikasi  di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa, kini perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia pada umumnya dan khusus di Indonesia pada era global saat, baik dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antarnegara yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas teritorial.



[1] . Prof. Mochtar Kusumaatmadja.pengantar Hukum Pidana Internasional. PT.Rafika.Aditama. Bandung 2000.Hlm.27.
[2] Ibid.hal.29.
[3] UU.Kepolisian Negara RI.NO.2.tahun 2002.PT.Pustaka.Mahardika.
[4] .Ibid.hl.35.
[5]. Opsit. Hal.55.

[6] .Mochtar.PHI.hal.25.
[7] . Ibid.hal.30.
[8] . Prof.Sudarto.SH.Kapita.selekta Hukum Pidana.PT.Alumni.Bandung.1981.
[9] .Iwayan Parthiana.Hukum Pidana Internasional.Yrama Widya.Bandung 2015.

[10] . Dr.Nurul.Qamar. SH.M.H.HAM dalam Negara Hukum Demokrasi.hal.105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar