TUGAS Hukum Transinternasional.
Soal
1
Apa yang di maksud
dengan Hukum Pidana Internasional, cara definisi dan berikan komentar menurut
anda mana yang sangat cocok tentang pengertian tersebut...!
2
Convensi kejatan
transnasional cari indonesia ada rativikasi implementasi legislation?
Jawaban;
1.
Trans
international crames/ kejahatan
transnasional adalah bahwa barang-barang tertentu yang tersedia di
beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk
mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan menguntungkan.
Definisi
Trans Internasional yang secara langsung memberikan arti dan peranan serta
relevansi disiplin dua cabang ilmu hukum yaitu,
hukum pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional’’
Menurut Bassiouni”
International Criminal Law is a product of the
convergence ot two diferent legal disciplines
which have emerged and developed
along different paths to become complementary and coextensitive. Theay are: the
criminal law aspects of international
law and the international aspects of national crimes law[1]”.
Selanjutnya, ai
mengatakan bahwa, A study of the origins and development of the criminal
aspects of international law reveals
that it deals assentially with
substantie international criminal law or international crimes.
Definisi Bassiouni tentang
hukum pidana Internasional menyebutkan bahwa hukum pidana internasional adalah
suatu hasil pertemuan pemildran dua disiplin hukum yang telah muncul dan
berkembang secara berbeda serta saling
melengkapi dan mengisi. Kedua disiplin hukum ini adalah aspek-aspek hukum
pidana dari hukum internasional dan aspek-aspek internasional dari hukum
pidana.
Selanjutnya dikatakan bahwa
suatu studi mengenai asal mula dan
perkembangan aspek-aspek pidana dari
hukum internasional, pada hakikatnya mengungkapkan
bahwa hal itu berkaitan dengan subtansi hukum pidana
internasional atau kejahatan-kejahatan internasional. Misalnya, Masalah
kejahatan yang berbentuk kejahatan trans-nasional (trans- national crime)
seperti perdagangan gelap (illlicit trade), perdagangan obat terlarang
(illicit drug), perdagangan manusia (human trafficking),
terorisme, dan penyelundupan manusia (people smuggling) merupakan
ancaman serius bagi negara seperti kita
(Indonesia). Posisi geografis Indonesia yang
strategis dan merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas
semakin menambah suburnya pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas batas
tersebut. Karena itu, sebagai negara asal maupun transit bagi operasi tindak
kejahatan trans-nasional maka Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan
upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui suatu format
kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan utama
yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis kejahatan seperti
ini adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara kunci
baik secara bilateral maupun multilateral dan mengembangkan kerjasama teknis
dalam pemberantasan terorisme, bajak laut, pencucian uang, cyber crime,
penyelundupan dan perdagangan manusia dan senjata serta lalu lintas obat-obat
terlarang (illicit drug/drug trafficking)[2].
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
peradaban dunia menyebabkan terjadinya kejahatan baru yang bersifat kompleks
dengan skala lintas negara/trans-nasional. Perkembangan teknologi informasi dan
peradaban manusia secara sosiologis dapat dikatakan sebagai “crime is
the shadow of civilization” Masih lemahnya penjagaan wilayah perbatasan
dan pintu-pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih
terbatasnya kerjasama internasional pada penanganan kejahatan trans-nasional
menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 15 ayat (2)
huruf h dinyatakan : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan lainnya berwenang[3]
: melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan Internasional”. Dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (2)
huruf h dinyatakan : “Yang dimaksud dengan ‘kejahatan Internasional’ adalah
kejahatan tertentu yang disepakati untuk dltanggulangi antar negara, antara
lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia”.
Dengan demikian relevansinya Polri harus mengambil langkah–langkah yang menjadi
sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya meningkatkan keamanan, ketertiban,
dan penanggulangan kriminalitas khususnya pada kejahatan trans-nasional.
Bassiouni menegaskan pula bahwa aspek pidana
di dalam hukum pidana internasional adalah aspek-aspek sistem hukum internasional
dan sistem hukum nasional melalui tingkah laku atau tindakkan yang dilakukan
oleh perorangan sebagai pribadi atau kapasitas sebagai perwakilan [4]atau
kolektif/kelompok yang melanggar ketentuan-ketentuan internasional dan dapat
diancam dengan pidana.
Sedangkan mengenai aspek
internasional dalam hukum pidana internasional, dimaksudkan adalah aspek-aspek
sistem hukum internasional dan sistem hukum nasional yang mengatur kerja
sama internasional di dalam masalah –masalah kejahatan yang melibatkan
perorangan, yang melanggar hukum pidana dari negara tertentu.
Edward.M.Wise (dikutip dari
Bossiouni)[5],
mengutip bahwa, pengertian Hukum Internasional bukan merupakan pengertian yang kaku atau pasti
oleh karena arti yang paling luas, pengertian ini meliputi tiga topik sebagai berikut;
1.
Topik pertama adalah mengenai kekuasaan mengadili dari pengadilan negara
tertentu terhadap kasus-kasus yang melibatkan unsur-unsur asing. Termasuk
masalah-masalah yang menyangkut
yudiriksi atas tindak pidana internasional;
pengakuan putusan-putusan pengadilan asing dan bentuk-bentuk kerja sama
dalam penangulangan tindak pidana internasional tersebut, sperti ekstradisi.
2.
Topik kedua adalah
mengenai prinsip-prinsip hukum publik
internasional yang menetapkan kewajiban pada negara-negara yang
dituangkan di dalam hukum pidana nasional atau didalam hukum acara pidana
nasional negara yang bersangkutan.
Kewajiban-kewajiban internasional tersebut meliputi kewajiban untuk
menghormati hak-hak asasi seseorang atau
untuk menuntut dan mematuhi pidana
terhadap beberapa tindak pidana internasional. Kewajiban untuk
menghormati-hak-hak asasi tersangka terdapat didalam ketentuan-ketentan konvensi hak asasi manusia, khususnya didalam
perjanjian internasional yang menyangkut
masalah tersebut; sedangkan kewajiban untuk
menuntut dan memindana pelaku-pelaku kejahatan tindak pidana internasional terdapat di dalam
konvensi-konvensi internasional, antara
lain mengenai pembajakan udara (
highjacking) dan di laut (piracy, perdagangan budak (slave trade), lintas
narkotika ( ilicit drugs traffiking), kejahatan di dalam peperangan (war crimes), pemaian atnis tertentu (genocide),
kejahatan terhadap diplomat dan terorisme.
3.
Topik ketiga
adalah mengenai arti sesungguhnya atau
keutuhan pengertian hukum pidana internasional termasuk instrumen-instrumen
yang mendukung penegakan hukum pidana internasional tersebut. Termasuk di dalam
pengertian ini adalan keharusan adanya satu mahkamah internasional dengan
dengan kelengkapannya hakim, dan jaksa/penuntut umum.
Dua
pengertian Hukum Internasional diatas
dari Wise tersebut diatas, sudah merupakan kesepakatan masyarakat
internasional. Bahkan sudah di atur melalui beberapa konvensi internasional
yang berlaku sampai saat ini.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja memberikan
definisi tentang trans Internasional
crimes [6]sebagai keseluruhan
kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
Negara, antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek Hukum lain bukan
Negara, atau subjek Hukum bukan Negara satu sama lain.
Secara ringkas, Hukum pidana
Internasional dapat di definisikan sebagai berikut;
Hukum Pidana Internasional adalah
sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan
internasional.
Definisi ini sangatlah singkat dan umum
sekali sehingga belum menggarkan tentang apa sebenarnya hukum pidana
internasional itu.meskipun definisi Ini masih amat singkat dan , namun sudahmenggambarkan secara singkat tentang aqpa yang di maksud
dengan hukum pidana internbasional . ada dua hal yang secara eksplit
dapat ditemukakan dari dari definisi ini
1. Hukum
internasional itu merupakan sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum.
2. Obyek
yang di aturnya adalah tentang kejahatan atau tindak pidana internasional.
Di samping dua hal
ekspeplisit, masih ada lagi hal yang secara implisit terkandung didalam nya yang
pada umumnya dan tujuan nya. Tugas, siapakah yang merupakan obyek dari hukum
pidana internasional itu dan tujuan apa
yang hendak di capai atau di wujudkanya.
Atas dasar itu maka dapatlah rumuskan definisi
yang lebih lengkap tentang hukum pidana internasional, sebagai berikut;
Hukuk pidana
internasionhal adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur tentang kejahatan internasional yang di lakukan oleh subjek-subjek
hukum lainnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi
diatas ini dapatlah di tarik adanya 4 unsur yangsecara terpadu atau saling kait
antara satu dengan yang lainnya, yaitu;
1. Hukum
pidana internasional itu merupakan sekumpulan-kaidah-kaidah dan asas-asasa
hukum.
2. Hal
atau obyek yang di aturnya, yaitu kejahatan atau tindak pidana internasional.
3. Subjek-subjek
hukumnya, yaitu, pelaku-pelaku yang melakukan kejahatan atau tindak pidana
internasional.
4. Tujuan
yang hendak di capai atau diwujudkan oleh hukum pidana internasional itu
sendiri.
Menurut Mocthar Kusuma atmadja,
mengatakan bahwa, Hukum
Pidana Internasonal adalah syarat memiliki asas-asas dan kaidah-kaidah yang
ditaati oleh masyarakat internasional serta memiliki lembaga-lembaga dan proses
untuk mewujudkan hukum itu didalam kenyataan masyarakat.[7]
Mochtar membagi hubungan hukum
internasional dan Hukum Nasional, menganut aliran dualisme, di dasarkan alasan
formal ataupun, alasan yang di nyatakan kenyataan. Di antara alasan yang
terpenting di kemukakan sebagai berikut:
1. Kedua
perangkat Hukum tersebut ( hukum nasional dan hukum internasional) mempunyai
sumber yang perlainan, hukum nasional bersumber pada kehendak negara, sedangkan
hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
2. Perangkat
hukum itu perlainan subjek hukumnya, subjek hukum dari hukum nasional adalah orang perorangan, baik dalam hukum
perdata maupun hukum publik, sedangkan subjek
hukum dari hukum internasional
ialah negara.
3. Sebagai
tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula perbedaan dalam strukturnya.
Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataan seperti
mahkama dan organ eksekutif hanya ada
dalam bentuk yang sempurna dalam lingkungan nasional. Alasan lain yang di
kemukakan sebagai argumentasi yang di dasarkan kenyataan ialah bahwa kaidah
hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasiona, dengan perkataan
lain dalam kenyataan , dalam hukum nasional tetap berlaku efektif, sekalipun
bertentangan dengan ketentuan hukum
internasional.
Komentar , pandangan
mochtar dapat di uraikan bahwa;
Ø Di
dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi persoalan hierarki antara hukum
nasional dan hukum internasional karena pada hakikatnya kedua perangkat hukum
ini tidak saja berlainan dan tergantung satu sama lainnya, tetapi juga lepas
antara satu dan lainnya.
Ø Sebagai
konsekuensi logis dari keadaan bagaimana
di gambarkan di atas tidak akan mungkin
ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, mungkin hanya
penunjukkan /renvoi saja.
Ø Bahwa ketentuan hukum pidana nasional
menerlukan transformasi menjadi hukum nasiional
sebelum dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional.
Jadi, teori hukum dasar aliran hukum pidana
internasional dan nasional, teori dasar aliran dualisme yang mengemukakan bahwa
sumber segala hukum nasional maupun hukum
internasional adalah kemauan negara sulit untuk diterima karena hukum ada dan berlaku itu dibutuhkan
oleh kehidupan manusia yang beradab.
Tanpa hukum, tanpa hukum kehidupan yang teratur tidak mungkin. Hal yang sama
berlaku pula masyarakat internasional. Jadi, adanya hukum daya ikat hukum tidak
bersumber pada kemauan negara, melainkan
merupakan prasyarat bagikehidupan
manusia yang teratur dan beradab.
3.
No.
|
Convensi
|
Ratifikasi
|
Implemting lesgilation / aturan
yang diterapkan
|
1.
|
International Civin Aviation
Organitation (ICAO),
|
No.04/1976 pembajakan udara,
|
Indo. Baru mengubahf[8]
pasal 3 KUHP dalam Undang-undang N0.4
tahun 1976 tersebut, sehingga orang
yang melakukan suatu tindak pidana
dalam pesawat udara indo. Tidak
diragukan lagi untuk diadili berdasarkan undang-undang pidana indonesia.
|
2.
|
Konvensi PBB
(United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) atau
mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir
|
Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2009
|
Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2009 tentang [9]Tindak Pidana
Transnasional Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang
termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian
uang, korupsi, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi,
kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property), perdagangan
manusia, penyelundupan migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata
api. Konvensi juga mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas
negara terorganisir dengan kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya
sangat berbeda. Meskipun kejahatan perdagangan gelap narkoba tidak dirujuk
dalam Konvensi, kejahatan ini masuk kategori kejahatan lintas negara
terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih lengkap dalam tiga Konvensi
terkait narkoba sebelum disepakatinya UNTOC.
|
3.
|
Internation crimeninal crourt (ICC) mengadili kasus-kasus
pelanggaran HAM
|
UU No.39/1999 tentang[10]
HAM, Indonesia belum rativikasi, namun hanya di adopsi dari statuta Roma
|
PERPU.No.1/1999 tentang
pengadilan HAM dan UU No. 26 tahun
2000 tentang pengadilan HAM ini bersifat Adhoc/
sementara berdasarkan tekanan masyarakat dunia internasional untuk masalah
kasus pelanggaran HAM di Timor-timor.
|
3.
|
International
Conventions (TDC)
International
Crimes (ICC Ruls)
Statuta Roma
|
1.UUD 1945 pasal
11
2. UU No.1/1979, Ektradisi
3. UU KUHAP Pasal 86
4. Anti
Penyiksaan dan Diskriminasi,
|
KUHAP pasal 86
tentang status pengadilan yang
mengadili.
|
|
Wina 1969
|
Perjanjian
Internasional
|
|
|
United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS) 1982
|
Ratifikasinya pada tahun 1985,
maka pada tahun 1996 keluar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia. Hal ini merupakan langkah awal yang diambil oleh Indonesia sebagai
tindak lanjut dari Konvensi.
1.
|
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973
Perbuatan
dan persitiwanya terjadi pada diatas atau dibawah instalasi-instalasi atau
kapal-kapal yang berada di landas kontinen untuk eksploitasi kekayaan alam
Perbuatan dan peristiwanya terjadi di daerah terlarang dan daerah terbatas dari instalasi-intalasi atau alat-alat dan kapal-kapal. Untuk instalasi-instalasi maupun alat-alat yang dipergunakan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen Indonesia, merupakan daerah yurisdiksiIndonesia. Tindakan-tindakan implementasi Konvensi Hukum laut 1982 yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:
Dibidang Penentuangaris Pangkal
menurut Pasal 5 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1996, garis pangkal lurus kepulauan
adalah garis-garis lurus menghubungkan titik-titik terluar pada garis air
rendah pulau-pulau dan karang-karang yang terluar dari kepulauan Indonesia.
Di samping itu, sesuai Pasal 5 ayat (7), juga ada garis pangkal pantai yang
menjorok jauh dan menikung ke daratan atau deretan pulaua yang terdapat di dekata
sepanjang pantai.
|
3.
|
Deklarasi Djuanda, UU No. 4
Tahun 1960
|
Pasal 6 UU No. 6 Tahun 1996
haruslah dibuat daftar titik-titik terluar dan garis-garis pangkal tersebut
serta mencantumkannya dalam peta dengan skala-skala yang memadai dan
mendepositkannya pada Sekretariat Jenderal PBB. Pada hakikatnya penyesuaian
garis pangkal sudah dilakukan secara bertahap. Untuk perairan Natuna,
pemerintah RI telah mengeluarkan PP No 61 Tahun 1998 yang menetapkan
garis-garis pangkal baru. Secara teknis, pemerintah telah melakukan survei
guna menetapkan titik-titik dasar baru, tetapi belum dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengeluarkan PP No.
38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Lurus
Kepulauan.
|
Implementasi.
2.
Mengenai Hak Lintas Damai
Pasal 17-19 Konvensi Hukum Laut
1982 menjelaskan hak lintas damai (right of innocent passage). Pasal
17 Konvensi mengatur bahwa kapal dari semua Negara baik Negara pantai
maupun Negara tidak berpantai mempunyai hak lintas damai melalui laut
territorial. Pasal 18 Konvensi memberikan pengertian lintas (passage), yaitu
berlayar atau navigasi melalui laut territorial untuk tujuan melintasi
laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh
di tengah laut (roadsteads) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan
pedalaman atau berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di
tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut. Lintas harus
terus menerus, langsung terus menerus dan secepat mungkin (continuous and
expeditious), dan lintas mencakup berhenti dan buang jangkar secara
normal atau karena force majeur. Pasal 19 Konvensi menyebutkan bahwa
lintas adalah damai selama tidak menggangu kedamaian, ketertiban atau
keamanan
Konvensi 1982 yang berisikan
ketentuan-ketentuan mengenai hak lintas damai telah dituangkan ke dalam UU
No. 6 Tahun 1996 yang diatur dalam Bab III Pasal 11-17. Ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 21 Konvensi KHL 1982 bertujuan untuk mengatur keselamatan
pelayaran, pelestarian kekayaan hayati laut, pemeliharaan lingkungan dan
pencegahan polusi, penyidikan ilmiah dan pencegahan terhadap
pelanggaran-pelanggaran aturan kepabeanan, keuangan, imigrasi, dll.
Pemerintah juga telah mengeluarkan PP No. 36 Tahun 2002 yang mengatur hak
lintas damai di perairan Indonesia.
Daftar Koordinat Geografis
Titik-Titik
Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia
Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2002
Sebagaimana Telah Diubah Dengan
PP No. 37 Tahun 2008
|
Hukum perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas Negara. Sedangkan Hukum Internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara
yang bukan bersifat perdata.
Menurut Mochtar definisi Hukum Internasional publik memiliki dua kelemahan.
Pertama, devinisi itu tidak tegas karena didasarkan pada suatu ukuran yang
dirumuskan secara negatif, yakni ”hubungan atau persoalan Internasional yang
tidak bersifat perdata”. Kedua, lazimnya pembahasan tentang Hukum Internasional
selalu menunjuk pada Hukum Internasional publik; karena itu, tidak perlu
membahas Hukum Perdata Internasional.
Kesimpulan.
Berkaitan dengan pengertian trans internasional,
penjelasan konvensi, dan rativikasi di
atas, saya mengambil kesimpulan bahwa, kini perkembangan kualitas tindak pidana
atau kejahatan menunjukan bahwa batas- batas teritorial antara satu negara dan
negara lain di dunia pada umumnya dan khusus di Indonesia pada era global saat,
baik dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada
dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan
tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan
tetapi sering diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara,
sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik
yuridiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antarnegara yang
berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas
teritorial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar