Bab.I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Add caption |
Surat Edaran hate speech ber-Nomor SE/06/X/2015 itu ditandatangani pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.
Pada salinan SE yang diterima dari Divisi Pembinaan dan Hukum (Divbinkum) Polri, disebutkan persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Bab.II
Pembahasan
B. Bentuk, Aspek dan
Media Hate Speech
Pada Nomor 2 huruf (f) SE disebutkan, ujaran
kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk
antara lain:
1. Penghinaan.
2. Pencemaran nama baik.
3. Penistaan.
4. Perbuatan tidak menyenangkan.
5. Memprovokasi.
6. Menghasut.
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Selanjutnya pada huruf (g) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku.
2. Agama.
3. Aliran keagamaan.
4. Keyakinan atau kepercayaan.
5. Ras.
6. Antargolongan.
7. Warna kulit.
8. Etnis.
9. Gender.
10. Kaum difabel.
11. Orientasi seksual.
Pada huruf (h) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
1. Dalam orasi kegiatan kampanye.
2. Spanduk atau banner.
3. Jejaring media sosial.
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi).
5. Ceramah keagamaan.
6. Media masa cetak atau elektronik.
7. Pamflet.
Pada huruf (i) disebutkan, dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa.
1. Penghinaan.
2. Pencemaran nama baik.
3. Penistaan.
4. Perbuatan tidak menyenangkan.
5. Memprovokasi.
6. Menghasut.
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Selanjutnya pada huruf (g) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku.
2. Agama.
3. Aliran keagamaan.
4. Keyakinan atau kepercayaan.
5. Ras.
6. Antargolongan.
7. Warna kulit.
8. Etnis.
9. Gender.
10. Kaum difabel.
11. Orientasi seksual.
Pada huruf (h) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
1. Dalam orasi kegiatan kampanye.
2. Spanduk atau banner.
3. Jejaring media sosial.
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi).
5. Ceramah keagamaan.
6. Media masa cetak atau elektronik.
7. Pamflet.
Pada huruf (i) disebutkan, dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa.
Bab.III
Penutup
C.
ANALISIS PENULIS
Analisis penulis berkaitan
dengan Surat Edaran hate speech ber-Nomor
SE/06/X/2015, yang ditandatangani pada 8 Oktober 2015 lalu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah mengeluarkan Surat
Edaran (SE) Kapolri untuk menangani ujaran kebencian (hate speech)
tersebut. Kini menimbulkan pertanyaan
apakah aturan tersebut akan memengang kebebasan perbendapat di masyarakat? dan
apakah aturan ini menjadi alat politik bagi penguasa...?
Penulis berpendapat bahwa, Kapolri melanggar
hak asasi manusia setiap warga negara yang diberikan oleh UUD 1945 pasal 28 J,
sebagaimana mengatakan bahwa hak kebebasan ekspresi, hak, mengeluarkan pendapat
di muka umum baik secara lisan, tulisan ataupun melalui saluran yang telah
tersedia, termasuk media sosial. Peraturan penghinaan sudah jelas diatur dalam pasal
156, dan pasal 157 KUHP. Sebagaimana Pasal 156 mengatakan bahwa, “Barang siapa dimuka umum
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau
beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana dengan paling banyak
empat tahun pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.perkataan
golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari
rakyat indonesia yang berada dengan
beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal,
keturunan, kebebasan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Sedangkan pasal 157 KUHP mengatakan bahwa, (1). Barang
siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka
umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara
atau terhadap golongan–golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya
diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
paling lama dua tahun eman bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (2). Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencaharian dan
pada saat itu juga yang bersangkutan dapat
dilarang menjalankan pencaharian tersebut.” Dan kebebasan menyiarkan
pers juga telah di atur pula dalam Undang-undang IPTEK, apabila sesuatu yang melampaui
norma-norma didalam tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara di penanganan diselesaikan sesuai dengan KUHP sangat jelas di
atur.
Jadi, saya berpendapat bahwa, Kapolri
tidak perlu lagi mengelurakan surat
edaran ini. sekarang ini era reformasi,
jika surat edaran ini terus diterapkan disetiap daerah, oleh jajaran kepolisian di seluruh Indonesia, maka pembungkaman demokrasi di masyarakat terus
terjadi, kebebasan perespresi masyarakat terus di tekan oleh adanya surat
edaran ini. Peraturan tersebut akan memengang kebebasan berpendapat dan mencegah kritis terhadap pemerintahan saat ini. Surat edaran ini di
munsulkan untuk membentengengi
krebilitas Eksekustif dan termasuk pemerintahan
Presiden Jokowi saat ini. Seperti kita ketahui bahwa, pemerintahan Presiden Jokowi saat ini banyaknya
ditengah hujan kritis, dengan demikian
adanya surat edaran ini mengaputasi kebebasan berpendapat di masyarakat dan aturan
ini menjadi alat politik bagi penguasa negara, bahkan para penguasa di daerah.
By Sam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar